Idul fitri menjadi hari raya yang dinanti-nanti oleh kaum muslimin di seluruh dunia. Di Indonesia hari raya idul fitri dikenal dengan istilah “lebaran”, banyak cara dilakukan untuk merayakannya, namun sebagian besar warga perkotaan akan mudik untuk merayakan lebaran di kampung halamannya. Sebagai hari raya umat Islam, idul fitri menjadi dambaan umat muslim karena setelah sebulan penuh berpuasa banyak yang merayakannya sebagai hari kemenangan, padahal masih agak membingungkan menurut saya mengenai siapa pihak yang menang tersebut???
Pada saat idul fitri sebagian orang Indonesia akan mengucapkan kalimat “Minal Aidin Wal Faizin” yang menurut mereka berarti ” Mohon Maaf Lahir dan Batin”. Ini adalah suatu kekeliruan karena dari segi arti dalam bahasa Arab pun keliru. Arti sebenarnya dari kalimat “Minal Aidin Wal Faizin” adalah “dari orang yang kembali dan orang-orang yang menang“. Sudah jelas kan bahwa artinya bukanlah mohon maaf lahir dan batin, semoga kita tidak ikut-ikutan salah setelah membaca penjelasan ini.
Meskipun banyak yang mengucapkan kalimat tersebut, namun tidak lantas menjadikannya sesuatu yang harus/layak kita ikuti, karena ucapan ini tidak pernah dicontohkan oleh rosululloh dan para sahabat. Lalu ucapan apakah yang dicontohkan untuk dikatakan pada saat hari raya idul fitri ?
Pada hari raya idul fitri kalimat yang diucapkan oleh para sahabat adalah “Taqobbalallohu minnaa wa minkum” yang artinya ” Semoga Alloh menerima dari kami dan dari kamu”.
7 Kemunkaran di Hari Raya Idul Fitri
Pertama: Mendengarkan dan memainkan musik/nyanyian/nasyid di hari raya.
Kedua: Wanita berhias diri ketika keluar rumah. Padahal seperti ini diharamkan di dalam agama ini berdasarkan firman Allah, “Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu ber-tabarruj seperti orang-orang jahiliyyah pertama.” (QS. Al Ahzab: 33).
Ketiga: Berjabat tangan dengan wanita yang bukan mahrom. Fenomena ini merupakan musibah di tengah kaum muslimin apalagi di hari raya. Tidak ada yang selamat dari musibah ini kecuali yang dirahmati oleh Allah. Perbuatan ini terlarang berdasarkan sabda Rosululloh shollallahu’alaihi wa sallam,
“Setiap anak Adam telah ditakdirkan bagian untuk berzina dan ini suatu yang pasti terjadi, tidak bisa tidak. Zina kedua mata adalah dengan melihat. Zina kedua telinga dengan mendengar. Zina lisan adalah dengan berbicara. Zina tangan adalah dengan meraba (menyentuh). Zina kaki adalah dengan melangkah. Zina hati adalah dengan menginginkan dan berangan-angan. Lalu kemaluanlah yang nanti akan membenarkan atau mengingkari yang demikian.”
Jika kita melihat pada hadits di atas, menyentuh lawan jenis -yang bukan istri atau bukan mahrom- diistilahkan dengan zina. Hal ini berarti menyentuh lawan jenis adalah perbuatan yang haram karena berdasarkan kaedah ushul ‘apabila sesuatu dinamakan dengan sesuatu lain yang haram, maka menunjukkan bahwa perbuatan tersebut juga haram’.”
Keempat: Mengkhususkan ziarah kubur pada hari raya ‘ied. Kita memang diperintahkan untuk ziarah kubur sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Sekarang ziarah kuburlah karena itu akan lebih mengingatkan kematian.”
Namun tidaklah tepat diyakini bahwa setelah Ramadhan adalah waktu terbaik untuk menziarahi kubur orang tua atau kerabat (yang dikenal dengan “nyadran”). Kita boleh setiap saat melakukan ziarah kubur agar hati kita semakin lembut karena mengingat kematian. Masalahnya, jika seseorang mengkhususkan ziarah kubur pada waktu tertentu dan meyakini bahwa setelah Ramadhan (saat Idul Fitri) adalah waktu utama untuk nyadran atau nyekar. Ini sungguh suatu kekeliruan karena tidak ada dasar dari ajaran Islam yang menuntunkan hal ini.
Kelima: Tidak sedikit dari yang memeriahkan idul fitri meninggalkan shalat lima waktu karena sibuk bersilaturahmi. Kaum pria pun tidak memperhatikan shalat berjama’ah di masjid. Demi Allah, sesungguhnya ini adalah salah satu bencana yang amat besar. Padahal Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda,
“Perjanjian antara kami dan mereka (orang kafir) adalah mengenai shalat. Barangsiapa meninggalkannya maka dia telah kafir.”
Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Kaum muslimin tidaklah berselisih pendapat (sepakat) bahwa meninggalkan shalat wajib (shalat lima waktu) dengan sengaja adalah dosa besar yang paling besar dan dosanya lebih besar dari dosa membunuh, merampas harta orang lain, zina, mencuri, dan minum minuman keras. Orang yang meninggalkannya akan mendapat hukuman dan kemurkaan Allah serta mendapatkan kehinaan di dunia dan akhirat.”
Adapun mengenai hukum shalat jama’ah, menurut pendapat yang kuat adalah wajib bagi kaum pria. Di antara yang menunjukkan bahwa shalat jama’ah itu wajib adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
”Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, ingin kiranya aku memerintahkan orang-orang untuk mengumpulkan kayu bakar, kemudian aku perintahkan mereka untuk menegakkan shalat yang telah dikumandangkan adzannya, lalu aku memerintahkan salah seorang untuk menjadi imam, lalu aku menuju orang-orang yang tidak mengikuti sholat jama’ah, kemudian aku bakar rumah-rumah mereka”.
Keenam: Begadang saat malam idul fitri untuk takbiran hingga pagi sehingga kadang tidak mengerjakan shalat shubuh dan shalat ‘ied di pagi harinya. Diriwayatkan dari Abi Barzah, beliau berkata,
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membenci tidur sebelum shalat ‘Isya dan ngobrol-ngobrol setelahnya.”
Takbiran yang dilakukan juga sering mengganggu kaum muslimin yang hendak beristirahat padahal hukum mengganggu sesama muslim adalah terlarang. Rosululloh shollallohu’alaihi wa sallam bersabda,
“Muslim (yang baik) adalah yang tidak mengganggu muslim lainnya dengan lisan dan tangannya.”
Ibnu Baththol mengatakan, “Yang dimaksud dengan hadits ini adalah dorongan agar seorang muslim tidak menyakiti kaum muslimin lainnya dengan lisan, tangan dan seluruh bentuk menyakiti lainnya. Al Hasan Al Bashri mengatakan, “Orang yang baik adalah orang yang tidak menyakiti walaupun itu hanya menyakiti seekor semut”.
Ketujuh: Memeriahkan idul fitri dengan petasan. Selain mengganggu kaum muslimin lain sebagaimana dijelaskan di atas, petasan juga adalah suatu bentuk pemborosan. Karena pemborosan kata Ibnu Mas’ud dan Ibnu ‘Abbas adalah menginfakkan sesuatu bukan pada jalan yang benar. Allah Ta’ala berfirman,
“Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan.” (QS. Al Isro’: 26-27).
Ibnu Katsir mengatakan, “Alloh ingin membuat manusia menjauhi sikap boros dengan mengatakan: “Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan”. Dikatakan seperti ini dikarenakan orang yang bersikap boros menyerupai setan dalam hal ini.